Mendengar kata
rempah-rempah, ingatan saya seperti ditarik mundur ke buku-buku sejarah di
bangku sekolah, tentang sebuah pulau yang tersaruk-saruk menyusun narasi besar riwayatnya karena tak kuasa mengerem nafsu bangsa lain yang memburu hasil kekayaan alam di sana.
Adalah Pax Romana.
Sebuah perjanjian purba yang mengatur perekonomian bebas bagi kekaisaran Romawi
yang membuat bangsa-bangsa Eropa mengadopsi mekanisme hukum tersebut dan mulai
menjelajahi negeri-negeri di timur jauh untuk mencari sumber kekayaan baru.
Fantasi liar mereka dituangkan dalam banyak kitab dan buku-buku perjalanan. Tak kurang dari pelayar-pelayar terkenal
semisal Marco Polo, Vasco da Gama, Cristopher Columbus, hingga Ferdinand
Magellan terpikat oleh legenda rempah ini. Namun membicarakan rempah-rempah
berarti juga bersiap dengan fragmen muram masa silam: ada perebutan, ada pengerahan
massa, ada pertarungan, ada kekalahan, ada trauma dan sebagainya. Selama
ratusan tahun The Golden Spice Island harus rela bersimbah darah diburu dan
diperebutkan oleh banyak bangsa-bangsa Eropa yang lebih maju.
Lukisan yang menggambarkan hubungan perniagaan pedagang asing dan penduduk asli Nusantara
sumber: rempah.tumblr.com
Setelah merdeka, epos perlawanan
para pejuang Maluku untuk mempertahankan tanah terjanjinya tak lagi intens
diceritakan, cerita bergulir menjadi penggalan-penggalan kisah para petani
rempah yang terus merugi. Entah karena harga rempah yang tak sefantastis dahulu
ataupun ketidakmampuan mereka bersaing dengan para pedagang rempah dari belahan
dunia lain yang selangkah lebih maju dalam berinovasi. Kini pulau yang namanya konon dari kata Al-Mulk--
artinya pulau yang dihuni banyak raja ini berusaha memperbaiki diri. Salah
satunya pada tahun ini pemerintah bekerja sama dengan Pemprov Maluku sedang membangun Museum Rempah-Rempah di
Jailolo, Halmahera Barat. Di tempat ini setiap pengunjung dapat melihat
berbagai macam sejarah kekayaan alam Nusantara. Namun apakah itu cukup? Menurut
saya belum.
"Hamparan Rempah", karya foto Hans Braxmeier
sumber: http://pixabay.com/en/spices-spice-mix-colorful-curry-73770/
Dalam hal ini
barangkali pemerintah sudah memikirkan upaya pendokumentasian rempah, tapi
harus dipikirkan cara yang lebih kreatif selain hanya penciptaan karya monumental. Selain memusatkan
perhatian pada intensifikasi lahan rempah yang sudah ada dan membuat inovasi
baru dalam memasarkan rempah, pemerintah juga tak boleh luput oleh satu hal:
upaya pendekatan ke generasi muda. Tak bisa dipungkiri sebab mereka lah yang
nantinya akan membawa arah negeri ini, tetapi jika tak ada estafet wawasan kebudayaan ini, saya pikir kesemuanya akan sia-sia.
Saya percaya nasib
sejarah sebuah negara ditentukan oleh dua hal: kearifan generasi tuanya dan
kepedulian generasi mudanya. Jika hanya satu hal saja yang terlaksana, akan
timbul jarak yang membuat sejarah seperti membuat jurang bagi dirinya sendiri. Semua
kisah kedigdayaan itu akan hilang andaikata tidak ada upaya-upaya pelestarian
yang lebih dari pihak-pihak yang mengemban misi melestarikan kebudayaan.
Lalu sebuah pertanyaan
mengusik saya. Bagaimana cara mendekatkan kaum muda negeri ini dengan sejarahnya?
Bagaimana cara mendekatkan mereka pada riwayat yang menyusun asal usul mereka
hingga sedemikan rupa seperti sekarang?
Perayaan. Ya, kita
semua menyukai perayaan. Anak muda menyukai perayaan. Hidup pun sebuah perayaan
dan perayaan adalah aktualisasi perasaan dan penyampaian yang paling nyaman
diterima oleh anak muda yang sifatnya menolak dan memberontak. Bentuk perayaan
bisa beraneka ragam, tetapi dalam benak saya hal yang dapat menyelaraskan
kepentingan kultural dan kepentingan komunal hanya satu, musik.
Saya
membayangkan adanya sebuah festival musik di pulau Maluku, khususnya di museum
rempah-rempah. Musik, bahasa paling tua adalah jembatan semua kepentingan.
Darinya banyak muncul ide-ide pasifis, bentuk perlawanan terhadap penyakit dan
diskriminasi, serta melahirkan banyak pegiat amal. Dan kini musik bisa menjadi
mesin untuk usaha pelestarian budaya.
Festival
musik kultural ini semata-mata dibuat karena perlunya penyatuan dua elemen
dasar pembentuk manusia: alam dan sejarah. Para penampilnya pun putra-putri daerah
masing-masing. Dalam acara itu pemerintah bisa saja menyelenggarakan sayembara
cipta lagu anak atau cipta lagu daerah yang bertemakan rempah, lalu acara bisa
pula diselingi dengan berbagai kesenian rakyat mulai dari tarian dan suguhan musik
daerah, seperti Tifa, Idiokordo, Arababu, maupun Sawat.
Kita
bisa menengok pada event Jazz Gunung yang digelar di Gunung Bromo. Sejak 2009
hingga sekarang, event tersebut dapat mengalirkan pundi-pundi rupiah dan
menciptakan kesadaran bahwa alam dan kesenian dapat diselaraskan.
Helatan Jazz Gunung di Gunung Bromo
sumber: www.visitprobolinggo.com
Kini
tugas berat yang harus dicapai adalah penyiapan infrastruktur itu. Pemerintah
harus berbenah. Ekonomi kreatif yang digalakkan pemerintahan baru harus
digembleng sedemikian rupa agar bisa melakukan terobosan-terobosan yang berbeda
dari sebelumnya. Sebab pada tahun-tahun ini geliat pariwisata kita sedang
bertumbuh. Ini diindikasikan dari pertambahan jumlah wisatawan domestik di berbagai
tempat wisata di tanah air, tapi tentunya ini harus diimbangi dengan kesiapan
infrastruktur daerah. Pemerintah harus mulai serius memikirkan akses
transportasi, baik berupa darat, laut, maupun udara, penginapan berbasis
ekoturisme, dan faktor pendukung lainnya.
Sebagai
pembanding, pada tahun 2012, pendapatan asli daerah Provinsi Maluku di sektor
Pariwisata hanya di kisaran 300 juta rupiah. Tentu ini jumlah yang teramat
kecil dibanding provinsi lain yang bahkan tak punya tempat seeksotis Maluku.
Pantai Ora, terletak di Pulau Seram, Maluku Tengah
sumber: liburanwisata.com
Semoga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa bekerja sama dengan Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk mewujudkan hal ini. Sebab tiada yang lebih mulia selain memaknai hidup sebagai sebuah perayaan. Dan gemah rempah, sebagai salah satu Mahakarya Indonesia harus terus lestari, salah satunya diabadikan melalui musik, agar generasi kita kelak tak kebingungan jika diharuskan menggali asal usul mereka sendiri.
makasih atas informasinya,sangat menambah ilmu pengetahuan.
ReplyDeletehttp://www.sinidomino.com/