I
sekali waktu kusebut namamu
tubuh langit bergetar hebat
mur bingkainya terlepas
mungkin lari sebab malu
dipecundangi kealpaan
dipecundangi kealpaan
dari mata penjuru yang sayu
sukma jatuh tak berkesudahan
api tersulut di kemah-kemah
dipantik cemburu yang manja
pengakuan semesta, padamu
II
yang sewarna jintan itu
lebam di paha kuciumi
lebam di paha kuciumi
jalan lapang bagi kearifan
tapi simpang kesedihan
dulu yang disanjung-puja
dulu yang disanjung-puja
ia, pria separuh aku
payudara serupa kitab
kalam cair bagi dunia
dulu khidmat kusesap
oleh kasihnya, aku terlahir
setia basuh cemar
hingga ragaku tahir
III
cecar menghelaku di tubir
berdiang di telinga
gaung segala pongah
o, ibu, sembunyikan aku
dari intaian musuhku
belesakkan di rahim sunyi
kecup mesra padamu
tempias di punggung tangan
tempias di punggung tangan
berkasih hingga malam
sekali lagi, lebih mesra
kecup aku tepat di dahi
agar nestapa kau sudahi
*Siang ini kuterima pesan dari beliau, bahwa ia sedang tak enak badan. Semoga lekas sembuh, agar bisa menimang aku lagi, melalui khusyuk doa-doa.
Semarang, 2012
No comments:
Post a Comment