aku bersedia mengarungimu, kau memutuskan mengurangiku
kuterjang angin malam yang desirnya tak membisikan namamu
kuarungi laut yang birunya tak lebih dari lebam luka dadaku
kuarungi laut yang birunya tak lebih dari lebam luka dadaku
kita adalah pelaut bagi pikiran masing-masing
pedih terusir, terhampar di putih pasir
desir hingga pesisir, membisikkan perih terakhir
pedih terusir, terhampar di putih pasir
desir hingga pesisir, membisikkan perih terakhir
adakah namaku dihatimu terukir?
diamku sesunyi-sunyinya pasar ikan yang kekurangan tangkapan
tangisku selirih-lirihnya perahu tua yang rapuh lalu ditinggalkan
dimana dermagamu?
tidakkah kau ingin kutambatkan perahuku disitu?
kita adalah pelaut bagi pikiran masing-masing
kau satu yang mungkin, dari segala yang ingin
kau satu yang mungkin, meski hafal mati deru ombak di dada lelaki lain
(Karimun Jawa, 8 Agustus 2011)
tangisku selirih-lirihnya perahu tua yang rapuh lalu ditinggalkan
dimana dermagamu?
tidakkah kau ingin kutambatkan perahuku disitu?
kita adalah pelaut bagi pikiran masing-masing
kau satu yang mungkin, dari segala yang ingin
kau satu yang mungkin, meski hafal mati deru ombak di dada lelaki lain
(Karimun Jawa, 8 Agustus 2011)
No comments:
Post a Comment